1. Time Series
Time series adalah suatu rangkaian tersusun dari pengamatan. Meskipun biasanya tersusun berdasarkan urutan waktu, terutama pada beberapa interval waktu yang sama, penyusunan data juga dapat berdasarkan dimensi lainnya, misalnya jarak (Wei, 2006). Time series dapat diterapkan pada berbagai macam bidang, seperti misalnya bidang ekonomi, pariwisata, bisnis, teknik, geofisika, meteorologi, dll.
Time series merupakan suatu contoh dari proses stokastik. Menurut Wei (2006), proses stokastik adalah keluarga dari waktu yang diindekskan oleh variabel random dimana adalah ruang sampel dan t adalah indeks waktu. Fungsi distribusi dari variabel random adalah :
2.2 Stasioneritas
Dalam peramalan (Abraham dan Ledolter, 1983), data dapat diolah jika telah memenuhi asumsi stasioner dalam mean maupun varians. Stasioner yang dimaksudkan adalah distribusi probabilitas pada waktu harus sama dengan distribusi probabilitas pada waktu . Distribusi marginal waktu t sama dengan suatu titik waktu yang lain. Dengan kata lain, distribusi marginal tidak bergantung pada waktu dimana dan konstan.
Menurut Wei (2006), jika data tidak stasioner dalam mean, maka dapat dilakukan differencing. Namun banyak data deret berkala stasioner dalam mean tetapi tidak stasioner terhadap varians. Untuk mengatasi masalah ini diperlukan transformasi varians. Transformasi yang digunakan adalah :
2.3 Autocovariance dan Autocorrelation Function (ACF)
Proses stasioner mempunyai mean , varians yang konstan dan kovarians yang merupakan fungsi dari beda waktu |t-s|. Persamaan dari kovarians antara dan adalah :
dimana Var(Zt) = Var(Zt+k) = γ0, γk adalah fungsi autokovarians, dan ρk adalah fungsi autokorelasi (ACF) dalam analisis deret waktu karena kedua fungsi tersebut mewakili kovarians dan korelasi antara Zt dan Zt+k dari proses yang sama dan dipisahkan oleh lag waktu k.
Proses yang stasioner (Wei, 2006) dapat diketahui dari fungsi autokovarians γk dan autokorelasi ρk, yaitu :
1. γ0 = Var(Zt) ; ρ0 = 1
2. | γk| ≤ γ0 ; | ρk| ≤ 1
3. γk = γ-k dan ρk = ρ-k
2.4 Partial Autocorrelation Function (PACF)
Fungsi autokorelasi parsial (Wei, 2006) digunakan untuk menghitung keeratan hubungan antara Yt dan Yt+k setelah dependensi linier dalam variabel Yt+1, Yt+2, ..., Yt+k-1 dihilangkan.
atau
dimana Pk = adalah autokorelasi parsial. Dalam literatur lain, fungsi autokorelasi parsial juga dapat dinotasikan .
2.5 Metodologi Box-Jenkins
Metodologi Box-Jenkins meliputi model non-musiman dan model musiman. Telah disebutkan sebelumnya bahwa sederetan data asli harus ditransformasikan terlebih dahulu menjadi nilai yang stasioner . Dua tipe model Box-Jenkins yang dikenal adalah model autoregressive dan moving average (Bowerman, dkk.,2005).
Model non-musiman terdiri dari AR (p), MA (q), ARMA (p,q), dan ARIMA (p,d,q). Dari keempat model tersebut, dapat dikelompokkan menjadi dua, yaitu model stasioner dan model non-stasioner. AR(p), MA(q), dan ARMA (p,q) merupakan model stasioner. Sedangkan ARIMA (p,d,q) adalah model non-stasioner.
Secara umum, model Box-Jenkins adalah:
dimana
= adalah koefisien komponen AR non musiman dengan orde p
= Koefisien komponen AR musiman s dengan orde P
= adalah koefisien komponen MA non musiman dengan orde q
= Koefisien komponen MA musiman s dengan orde Q
= Error white noise,
= Operator Backward
= Pembedaan tak musiman dengan orde pembedaan tak musiman d
= Pembedaan musiman dengan orde D
Jika order s dalam persamaan diatas adalah nol, maka persamaan tersebut merupakan model non-musiman. Sebaliknya, jika order s pada persamaan tersebut besarnya tidak nol, maka persamaan tersebut merupakan model musiman.
2.6 Tahapan Metodologi Box-Jenkins
Adapun tahapan dari metodologi Box-Jenkins yang diuraikan oleh Wei (2006) adalah sebagai berikut.
a. Identifikasi model
Langkah ini merupakan langkah awal dari metode Box-Jenkins. Data asli yang akan dimodelkan terlebih dahulu diplotkan. Hal ini dilakukan untuk mengetahui pola data, apakah stasioner atau tidak, atau terdapat pola musiman. Selanjutnya, untuk memperkuat dugaan tentang kestasioneran dan adanya musiman serta menentukan model awal dapat dilihat dari plot ACF dan PACF. Jika ditemukan bahwa data tersebut tidak stasioner, maka dilakukan transformasi yang tepat sehingga data tersebut menjadi stasioner terhadap mean dan varians. Setelah melakukan transformasi data, langkah selanjutnya adalah membuat ACF dan PACF data yang telah stasioner untuk mendapatkan order p dan q dari model.
b. Estimasi parameter
Dalam pemodelan time series, dikenal beberapa metode penaksiran. Namun, dalam penelitian ini, metode penaksiran yang dipakai adalah Maximum Likelihood Bersyarat (Conditional Maximum Likelihood). Model umum ARMA (p,q) adalah
dimana dan adalah i.i.d.N(0, ) white noise, probabilitas bersama dari yang diberikan oleh
Dengan penulisan kembali (2.8) sebagai
maka persamaan (2.10) dapat digunakan untuk menguraikan fungsi likelihood dari parameter
Misal dan asumsi kondisi awal dan diketahui. Fungsi conditional log-likelihood
dimana
adalah fungsi jumlah kuadrat bersyarat. Kuantitas daridan yang berasal dari memaksimumkan persamaan (2.11), disebut estimator maximum likelihood bersyarat.
Setelah memperoleh estimasi parameter untuk kemudian dilanjutkan dengan mengestimasi nilai dari yang dihitung dari
dimana jumlah derajat bebas d.f. sama dengan jumlah suku penjumlahan daridikurangi jumlah parameter.
c. Pengujian Model
Pemodelan time series merupakan prosedur iterasi. Setelah mendapat nilai dugaan parameter, tahap selanjutnya adalah menguji apakah asumsi model dipenuhi. Suatu model time series harus memenuhi asumsi white noise, residual berdistribusi normal, dan varians homogen (konstan).
d. Kriteria Pemilihan Model
Pada penelitian ini, kriteria pemilhan model terbaik yang digunakan adalah kriteria AIC (Akaike’s Information Criterion).
AIC(M) = -2 ln[maximum likelihood] +2M
dimana M adalah jumlah parameter dari model, n adalah banyaknya pengamatan, dan adalah taksiran varians residual. Order optimal dari model dipilih dari nilai M, yang merupakan fungsi dari p dan q, sehingga AIC minimum.
2. 8 Pengertian ARIMA
Model ARIMA (p,d,q) merupakan campuran antara AR(p), MA(q) yang telah distasionerkan dengan melakuka n pembedaan sebanyak d kali. Telah dijelaskan bahwa tidak mudah menentukan p dan q. Box dan Jenkins menawarkan 4 (empat) tahapan berikut untuk menentukan p,d dan q.
1. Identifikasi
Mencari atau menentukan p,d dan q dengan bantuan korelogram
dan korelogram parsial.
2. Estimasi
Setelah p dan q ditentukan, mengestimasi parameter AR dan MA yang ada pada model. Estimasi ini bisa menggunakan teknik kuadrat terkecil sederhana maupun dengan metode estimasi tidak linier. Untungnya, sudah ada software yang menghitungnya sehingga kita tidak perlu mempelajari teknik estimasi yang relatif komplek.
3. Tes Diagnostik
Setelah model ARIMA nya ditentukan, parameternya telah diestimasi, kemudian kita akan cek aakah model ARIMA lain yang lebih cocok atau sama cocoknya dengan model terpilih. Salah satu tes yang dapat dilakukan adalah dengan mengamati apakah residual dari model terestimasi merupakan white noise atau tidak.
Jika residual berupa white noise, berarti model terpilih cocok dengan data. Sebaliknya bila residual tidak berupa white noise, berarti kita harus melakukan pilihan ulamg dari awal lagi. Oleh sebab itu, metodologi Box-Jenkins disebut juga suatu proses iterasi.
4. Ramalan
Secara umum dan pada banyak hal, ramalan yang diperoleh dengan menggunakan model ARIMA lebih reliabel bila dibandingkan dengan ramalan yang menggunakan model ekonometri biasa.
Rincian Tahapannya yaitu sebagai berikut.
1. Tahap Identifikasi
Seperti yang telah didiskusikan terdahulu, alat utama untuk identifikasi model ARIMA adalah Fungsi Autokorelasi (ACF) dan Fungsi Autokorelasi Parsial (PACF) melalui korelogramnya. ACF mengukur korelasi antar pengamatan dengan jeda k, sedangkan PACF mengukur korelasi antar pengamatan dengan jeda k dan dengan mengontrol korelasi antar dua pengamatan dengan jeda kurang dari k. PACF adalah korelasi antara yt dan yt-k setelah menghilangkan efek yt yang terletak diantara kedua pengamatan tersebutβ Ingat bahwa dalam regresi berganda, k mengukur tingkat perubahan terhadap y bila xk berubah satu unit dengan β menganggap regresor lainnya konstan. k disebut juga koefisien regresi parsial. Acuan model ACF dan PACF sebagai berikut.
Model | Pola ACF | Pola PACF | |
AR (p) | Menyusut secara eksponensial atau pola gelombang sinusoidal yang tidak begitu jelas | Ada tiang pancang sampai lag p | |
MA (q) | Ada tiang pancang yang jelas sampai lag q | Menyusut secara eksponensial | |
ARMA (p,q) | Menyusut secara eksponensial | Menyusut secara eksponensial | |
2. Tahap Estimasi Model ARIMA
Dari proses identifikasi, kita menduga bahwa series yang dianalisis merupakan proses ARIMA maka modelnya sebagai berikut:
Yt = δ + a1 Yt-1 + a2 Yt-2 + . . .+ et
3. Tahap Tes Diagnostik
Untuk meyakinkan apakah ARIMA merupakan model yang cocok dengan data yang dianalisis, kita perlu menguji apakah residual dari model tersebut merupakan white noise (random) atau tidak. Untuk itu lakukan tahapan sebagai berikut.
i. Estimasi model ARIMA
ii. Hitung residual dari model tersebut
iii. Hitung ACF dan PACF kemudian plot
iv. Uji apakah ACF dan PACF signifikan signifikan, ini merupakan indikasi
v. Bila ACF dan PACF tidak signifikan, ini merupakan indikasi bahwa residual merupakan white noise yang artinya modelnya telah cocok.
4. Tahap Peramalan
yaitu menuliskan modelnya dan mengevaluasi nilai MSE.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar